pertanggal 17 febuari 2011 semua kalangan heboh antara percaya dan nggak percaya mendengar kabar yang gue kira hoax eh, ternyata BENAR-BENAR TERJADI. bahwa PENDISTRIBUSIAN FILM-FILM AMERIKA SERIKAT DIBERHENTIKAN DISELURUH INDONESIA!
seperti yang gue kutip dari tulisan Noorca M. Massardi, wartawan koran KOMPAS:
Ini bukan tentang "kenaikan pajak film impor" - yang merupakan hak & wewenang setiap negara, dan dalam hal itu, PIHAK ASING atau AMERIKA SERIKAT khususnya, tidak bisa/tidak akan menolak karena berapa pun jumlah kenaikan pajaknya nanti akan dibebankan kepada rakyat indonesia sendiri sebagai penikmat film impor.
Tapi yang dipermasalahkan adalah: sejak Januari 2011 ini ada aturan dan penafsiran baru Direktorat Jenderal Bea Cukai atas UU/Peraturan tentang pajak bea masuk yang lama, yang diberlakukan per Januari 2011, yakni "BEA MASUK ATAS HAK DISTRIBUSI" YANG TIDAK LAZIM DAN TIDAK PERNAH ADA DALAM PRAKTIK BISNIS FILM DI SELURUH DUNIA!
Sebab, yang disebut bea masuk itu hanya berlaku untuk BARANG MASUK.
Dan, sebagai BARANG setiap kopi film impor yang masuk ke Indonesia, selama ini sudah dikenakan/dibayarkan bea masuk+pph+ppn = 23,75% dari NILAI BARANG.
Selain itu, selama ini, Negara/Ditjen Pajak/Kemenkeu juga selalu menerima pembayaran pajak penghasilan 15% (Limabelas persen) dari hasil eksploitasi setiap film impor yang diedarkan di indonesia.
Pemda/Pemkot/Pemkab juga selalu menerima PAJAK TONTONAN dalam kisaran 10-15% untuk setiap judul film impor/nasional sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Karena Ditjen Bea Cukai tidak mau memahami/menanggapi seluruh argumen penolakan/keberatan terhadap BEA MASUK HAK DISTRIBUSI yang diajukan oleh pihak MPA/Ikatan Perusahaan Film Impor Indonesia (Ikapifi)/Bioskop 21,dll, dan karena ketentuan itu tidak lazim di negara mana pun di dunia ini, - karena FILM BIOSKOP BUKAN BARANG DAGANGAN sebagaimana produk garmen/otomotif dll, MELAINKAN KARYA CIPTA YANG TIDAK BISA DIPERJUALBELIKAN melainkan merupakan PEMBERIAN HAK EKSPLOITASI ATAS HAK CIPTA YANG DIBERIKAN OLEH PEMILIK FILM KEPADA DISTRIBUTOR/BIOSKOP dan penonton hanya membayar tanda masuk untuk bisa menikmatinya dan tidak bisa membawa film sebagai BARANG --- DAN UNTUK HASIL EKSPLOITASI JASA ITU SELAMA INI PEMILIK FILM SUDAH MEMBAYAR 15% (LIMABELAS PERSEN) BERUPA PAJAK PENGHASILAN KEPADA NEGARA--- maka MPA sebagai ASOSIASI PRODUSER FILM AMERIKA memutuskan:
Selama ketentuan BEA MASUK ATAS HAK DISTRIBUSI FILM IMPOR itu diberlakukan, MAKA SELURUH FILM AMERIKA SERIKAT TIDAK AKAN DIDISTRIBUSIKAN DI SELURUH WILAYAH INDONESIA sejak Kamis 17 Februari 2011.
Film-film impor yang baru dan yang BARANG-nya sudah masuk dan sudah membayar bea masuk sesuai ketentuan yang berlaku selama ini, TIDAK AKAN DITAYANGKAN DI INDONESIA (seperti Black Swan, True Grit, 127 Hours dll). Sedangkan untuk film-film impor yang sedang tayang, bisa dicabut sewaktu-waktu apabila PIHAK PEMILIK FILM IMPOR menyatakan mencabut HAK EDARnya di Indonesia.
Akibat langsung dari dicabutnya HAK DISTRIBUSI FILM IMPOR untuk Indonesia itu adalah:
1. Ditjen Bea Cukai/Ditjen Pajak/Pemda/Pemkot/Pemkab AKAN KEHILANGAN RENCANA ANGGARAN PENDAPATAN dari film impor sebesar 23,75% atas bea masuk barang, 15% Pph hasil ekploitasi film impor, dan Pemda/Pemkot/Pemkab akan kehilangan 10-15% pajak tontonan sebagai pendapatan asli daerah!
2. Bioskop 21 Cinepleks dengan sekitar 500 layarnya, sebagai pihak yang diberi hak untuk menayangkan film impor akan kehilangan pasokan ratusan judul film setiap tahun, sementara film nasional selama baru mampu berproduksi 50-60 judul/tahun.
3. Dengan akan merosotnya jumlah penonton film (impor) ke bioskop, maka eksistensi industri bioskop di indonesia akan terancam.
3. Nasib 10 ribu karyawan 21 Cinepleks dan keluarganya, akan terancam
4. Penonton film impor di indonesia akan kehilangan hak akan informasi yang dilindungi UUD.
5. Industri food & beverage (cafe-resto) akan terkena dampak ikutannya, juga pengunjung ke mall/pusat perbelanjaan, parkir, dll.
6. Industri perfilman nasional harus meningkatkan jumlah produksi dan jumlah kopi filmnya bila ingin "memanfaatkan" peluang itu, yang berarti harus meningkatkan permodalannya sementara kecenderungan penonton film indonesia terus merosot.
Solusi:
1. Bila Negara/Pemerintahan/Kemenkeu/Ditjen Pajak/Ditjen Bea Cukai/Pemda/Pemkot/Pemkab tidak ingin kehilangan Rencana Anggaran Pendapatan dari bea masuk/Pph film impor, maka ketentuan yang TIDAK LAZIM yang merupakan TAFSIR BARU ATAS UU/PERATURAN TENTANG PERPAJAKAN YANG LAMA itu HARUS DIBATALKAN/DICABUT
2. Bila Negara/Pemerintah peduli pada nasib dan masa depan industri perbioskopan Indonesia yang tidak bisa dilepaskan dari nasib dan masadepan industri film nasional, maka Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata/Direktorat Film, wajib melakukan intervensi atas ketentuan yang TIDAK LAZIM tersebut dan melaporkan kepada Presiden untuk membatalkan ketentuan itu.
3. Bila Kementerian Tenaga Kerja peduli terhadap kemungkinan terciptanya pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor industri perbioskopan dan dampak ikutannya, akibat ketentuan yang TIDAK LAZIM itu, juga harus melaporkan kepada Presiden mengenai hal itu.
4. Bila para penonton/penggemar film-film impor Indonesia tidak ingin negeri ini kembali ke tahun 1960-an saat film-film Amerika diboikot di Indonesia, dan akan kehilangan HAK ATAS INFORMASI dan HAK UNTUK MEMPEROLEH PENDIDIKAN/PENGAJARAN/LAPANGAN PEKERJAAN di bidang perfilman, sebagaimana dilindungi UUD 1945, atas nama masyarakat, harus mengekspresikan keberatannya melalui pelbagai saluran/media/jejaring sosial yang ada agar Ditjen Bea Cukai membatalkan ketentuan yang TIDAK LAZIM dalam industri perfilman dunia itu.
5. Bila Negeri ini/Pemerintahan Republik Indonesia ini/Presiden SBY ini, tidak ingin dinyatakan sebagai NEGARA YANG GAGAL MELINDUNGI HAK SETIAP WARGA NEGARANYA (cq HAK ATAS INFORMASI/HAK ATAS PENDIDIKAN/PENGAJARAN), dan DIKUCILKAN DALAM PERGAULAN PERFILMAN INTERNASIONAL, maka Presiden harus memerintahkan kepada Menko Ekuin/Menkeu/Ditjen Pajak/Ditjen Bea Cukai untuk segera MEMBATALKAN/MENCABUT KETENTUAN YANG TIDAK LAZIM DALAM INDUSTRI PERFILMAN DUNIA ITU.
6. Bila anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) semua komisi yang membidangi Industri/Perdagangan/Perpajakan/Kebudayaan dan Pariwisata/Politik/Tenaga Kerja/Pendidikan peduli akan masalah ini, harus segera memanggil para pejabat terkait untuk mencabut ketentuan yang TIDAK LAZIM yang berdampak panjang tersebut.
Salam dan prihatin,
Noorca M. Massardi
(Budayawan, Pengamat Film, Ketua GPBSI, Juru Bicara 21 Cineplex, Pemimpin Redaksi Majalah AND (Amazing Nasional Demokrat), Pecinta Film Impor/Film Nasional, Penulis Novel, Penyair, Pewarta, Host: Live Talkshow Jaktv: Komidi Putar Indonesia setiap Jumat pkl 19.30-20.30 wib, Warga Negara Republik Indonesia, twitter: @noorca, email: noorca@yahoo.com)
Tapi yang dipermasalahkan adalah: sejak Januari 2011 ini ada aturan dan penafsiran baru Direktorat Jenderal Bea Cukai atas UU/Peraturan tentang pajak bea masuk yang lama, yang diberlakukan per Januari 2011, yakni "BEA MASUK ATAS HAK DISTRIBUSI" YANG TIDAK LAZIM DAN TIDAK PERNAH ADA DALAM PRAKTIK BISNIS FILM DI SELURUH DUNIA!
Sebab, yang disebut bea masuk itu hanya berlaku untuk BARANG MASUK.
Dan, sebagai BARANG setiap kopi film impor yang masuk ke Indonesia, selama ini sudah dikenakan/dibayarkan bea masuk+pph+ppn = 23,75% dari NILAI BARANG.
Selain itu, selama ini, Negara/Ditjen Pajak/Kemenkeu juga selalu menerima pembayaran pajak penghasilan 15% (Limabelas persen) dari hasil eksploitasi setiap film impor yang diedarkan di indonesia.
Pemda/Pemkot/Pemkab juga selalu menerima PAJAK TONTONAN dalam kisaran 10-15% untuk setiap judul film impor/nasional sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Karena Ditjen Bea Cukai tidak mau memahami/menanggapi seluruh argumen penolakan/keberatan terhadap BEA MASUK HAK DISTRIBUSI yang diajukan oleh pihak MPA/Ikatan Perusahaan Film Impor Indonesia (Ikapifi)/Bioskop 21,dll, dan karena ketentuan itu tidak lazim di negara mana pun di dunia ini, - karena FILM BIOSKOP BUKAN BARANG DAGANGAN sebagaimana produk garmen/otomotif dll, MELAINKAN KARYA CIPTA YANG TIDAK BISA DIPERJUALBELIKAN melainkan merupakan PEMBERIAN HAK EKSPLOITASI ATAS HAK CIPTA YANG DIBERIKAN OLEH PEMILIK FILM KEPADA DISTRIBUTOR/BIOSKOP dan penonton hanya membayar tanda masuk untuk bisa menikmatinya dan tidak bisa membawa film sebagai BARANG --- DAN UNTUK HASIL EKSPLOITASI JASA ITU SELAMA INI PEMILIK FILM SUDAH MEMBAYAR 15% (LIMABELAS PERSEN) BERUPA PAJAK PENGHASILAN KEPADA NEGARA--- maka MPA sebagai ASOSIASI PRODUSER FILM AMERIKA memutuskan:
Selama ketentuan BEA MASUK ATAS HAK DISTRIBUSI FILM IMPOR itu diberlakukan, MAKA SELURUH FILM AMERIKA SERIKAT TIDAK AKAN DIDISTRIBUSIKAN DI SELURUH WILAYAH INDONESIA sejak Kamis 17 Februari 2011.
Film-film impor yang baru dan yang BARANG-nya sudah masuk dan sudah membayar bea masuk sesuai ketentuan yang berlaku selama ini, TIDAK AKAN DITAYANGKAN DI INDONESIA (seperti Black Swan, True Grit, 127 Hours dll). Sedangkan untuk film-film impor yang sedang tayang, bisa dicabut sewaktu-waktu apabila PIHAK PEMILIK FILM IMPOR menyatakan mencabut HAK EDARnya di Indonesia.
Akibat langsung dari dicabutnya HAK DISTRIBUSI FILM IMPOR untuk Indonesia itu adalah:
1. Ditjen Bea Cukai/Ditjen Pajak/Pemda/Pemkot/Pemkab AKAN KEHILANGAN RENCANA ANGGARAN PENDAPATAN dari film impor sebesar 23,75% atas bea masuk barang, 15% Pph hasil ekploitasi film impor, dan Pemda/Pemkot/Pemkab akan kehilangan 10-15% pajak tontonan sebagai pendapatan asli daerah!
2. Bioskop 21 Cinepleks dengan sekitar 500 layarnya, sebagai pihak yang diberi hak untuk menayangkan film impor akan kehilangan pasokan ratusan judul film setiap tahun, sementara film nasional selama baru mampu berproduksi 50-60 judul/tahun.
3. Dengan akan merosotnya jumlah penonton film (impor) ke bioskop, maka eksistensi industri bioskop di indonesia akan terancam.
3. Nasib 10 ribu karyawan 21 Cinepleks dan keluarganya, akan terancam
4. Penonton film impor di indonesia akan kehilangan hak akan informasi yang dilindungi UUD.
5. Industri food & beverage (cafe-resto) akan terkena dampak ikutannya, juga pengunjung ke mall/pusat perbelanjaan, parkir, dll.
6. Industri perfilman nasional harus meningkatkan jumlah produksi dan jumlah kopi filmnya bila ingin "memanfaatkan" peluang itu, yang berarti harus meningkatkan permodalannya sementara kecenderungan penonton film indonesia terus merosot.
Solusi:
1. Bila Negara/Pemerintahan/Kemenkeu/Ditjen Pajak/Ditjen Bea Cukai/Pemda/Pemkot/Pemkab tidak ingin kehilangan Rencana Anggaran Pendapatan dari bea masuk/Pph film impor, maka ketentuan yang TIDAK LAZIM yang merupakan TAFSIR BARU ATAS UU/PERATURAN TENTANG PERPAJAKAN YANG LAMA itu HARUS DIBATALKAN/DICABUT
2. Bila Negara/Pemerintah peduli pada nasib dan masa depan industri perbioskopan Indonesia yang tidak bisa dilepaskan dari nasib dan masadepan industri film nasional, maka Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata/Direktorat Film, wajib melakukan intervensi atas ketentuan yang TIDAK LAZIM tersebut dan melaporkan kepada Presiden untuk membatalkan ketentuan itu.
3. Bila Kementerian Tenaga Kerja peduli terhadap kemungkinan terciptanya pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor industri perbioskopan dan dampak ikutannya, akibat ketentuan yang TIDAK LAZIM itu, juga harus melaporkan kepada Presiden mengenai hal itu.
4. Bila para penonton/penggemar film-film impor Indonesia tidak ingin negeri ini kembali ke tahun 1960-an saat film-film Amerika diboikot di Indonesia, dan akan kehilangan HAK ATAS INFORMASI dan HAK UNTUK MEMPEROLEH PENDIDIKAN/PENGAJARAN/LAPANGAN PEKERJAAN di bidang perfilman, sebagaimana dilindungi UUD 1945, atas nama masyarakat, harus mengekspresikan keberatannya melalui pelbagai saluran/media/jejaring sosial yang ada agar Ditjen Bea Cukai membatalkan ketentuan yang TIDAK LAZIM dalam industri perfilman dunia itu.
5. Bila Negeri ini/Pemerintahan Republik Indonesia ini/Presiden SBY ini, tidak ingin dinyatakan sebagai NEGARA YANG GAGAL MELINDUNGI HAK SETIAP WARGA NEGARANYA (cq HAK ATAS INFORMASI/HAK ATAS PENDIDIKAN/PENGAJARAN), dan DIKUCILKAN DALAM PERGAULAN PERFILMAN INTERNASIONAL, maka Presiden harus memerintahkan kepada Menko Ekuin/Menkeu/Ditjen Pajak/Ditjen Bea Cukai untuk segera MEMBATALKAN/MENCABUT KETENTUAN YANG TIDAK LAZIM DALAM INDUSTRI PERFILMAN DUNIA ITU.
6. Bila anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) semua komisi yang membidangi Industri/Perdagangan/Perpajakan/Kebudayaan dan Pariwisata/Politik/Tenaga Kerja/Pendidikan peduli akan masalah ini, harus segera memanggil para pejabat terkait untuk mencabut ketentuan yang TIDAK LAZIM yang berdampak panjang tersebut.
Salam dan prihatin,
Noorca M. Massardi
(Budayawan, Pengamat Film, Ketua GPBSI, Juru Bicara 21 Cineplex, Pemimpin Redaksi Majalah AND (Amazing Nasional Demokrat), Pecinta Film Impor/Film Nasional, Penulis Novel, Penyair, Pewarta, Host: Live Talkshow Jaktv: Komidi Putar Indonesia setiap Jumat pkl 19.30-20.30 wib, Warga Negara Republik Indonesia, twitter: @noorca, email: noorca@yahoo.com)
nah, ngeselin banget kan? padahal tahun ini tuh dead list banget. banyak film yang paling ditunggu-tunggu dan berkualitas nggak bisa disaksikan. semisal harry potter and the deathly hallows part 2, scream 4, sucker punch, x-men: first class dan kawan-kawan.
kalo film indonesia mati? peduli?
peduli. tapi masih dalam batas biasa-biasa saja toh tontonan indonesia gitu-gitu mulu. hilangpun kayaknya gak bakalan sekehilangan ini. karena toh gue berusaha mencintai indonesia, para filmaker indonesia nggak pernah berpikir untuk memanjakan kita.
kalo film barat mati? jelas gak bisa gue diemin gitu aja. karena gue akui negara adidaya itu memang bisa memberikan tontonan berkualitas. siapapun gak ada yang bisa meragukan gimana cara mereka memanjakan mata seluruh umat di dunia. terkesan lebay memang tapi this is real, guys.
meski lahir tahun 1992, gue sempet merasakan matinya perfilman di indonesia. banyak VCD bajakan merajalela. dibioskop hanya ada film indonesia esek-esek yang dibintangi inneke koesherawaty dan kawan-kawan yang nggak pernah ada niat buat gue tonton disamping gak boleh sama bokap.
gue gak tahu dengan adanya hal yang harusnya nggak perlu terjadi seperti ini, gimana nasib bangsa ini selanjutnya. terutama para pecinta film. hei, semua mencintai orang senusantara mencintai film. kalo cuman ngandelin film indonesia dimana animo masyarakat udah black list akan gereget film bangsanya sendiri, gimana jadinya.
oh pelis banget, cepat selesaikan masalah ini. gue selaku moviefreak yang mentasbihkan khusus mereview film indonesia toh tetap butuh hiburan lain ditengah kemajemukan tema sampah yang nggak berhenti di daur ulang.
terlalu banyak yang ingin di ucapkan. terlalu suram akan jadi seperti apa indonesia kedepan kalo presiden tak segera menindak lanjuti. andai saja film indonesia nggak se-TAI yang selama ini hadir, gue pasti gak bakalan sekecewa ini. andai saja dengan hal ini geliat film lokal dalam memproduksi film bermutu bisa lebih oke. oh seandainya...
g demen bngt kalimat u..pas u bilang,,"se-TAI"
BalasHapusSALAH BEE!!!
BalasHapusMaksudku, bukan cuma Hollywood (Amerika) doang yang memboykot peredaran filmnya di Indonesia, tapi juga Asia, Eropa, Afrika (biasanya buat Blitz). Intinya sih, film-film Asing (non-lokal).
Like This!
BalasHapus@anonim: haha piss bro.. tapi rasanya udah gue jelasin dalam 3 poin diatas sebelum akhirnya gue menulis kata 'tai'
BalasHapus@rijon: sumpah, non amerika juga? wah, wah, kayaknya blog donlod gue bakal laris nih wkwk
@adhari: tinkyu bang :)
setuju bgt bro...seandainya film indonesia ga monoton n ngebosenin kita ga akan merasa kehilangan kalo film luar ga tayang lg disni...
BalasHapusreally like this one...
good luck for your blog and keep up the good work :D
yo klo diberentiin yo kuciwo juga sih ...selama ini pelem2 yg berkwalitas ya dri sono ...indo ....boro2 menandingi yang setara aja gk mmpu...
BalasHapusKlo film2 Indonesia yg ilang kayak Pintu Terlarang, Rumah Dara, atau Nagabonar...nah itu gw peduli...tp klo film Indonesia yg mati kayak yg maen arwah hantu jelankung kepocongan sih gw gak peduli...film2 sampah mah mati aja sana...gw malah bersyukur.
BalasHapusKali ini pemerintah bikin blunder lagi nh bikin kebijakan gak penting kayak gini. Makanya kayak kata Noorca, kita maksimalkan jejaring sosial yg ada...dr kmrn gw udah ngetwit soal ini
TAI EMANG.........................
BalasHapusbangsat emang pemerintah.............pajak, pajak, pajak, pajak... tapi mana bukti nyatanya uang pajak kita di selewengkan oleh pejabat ditjen pajak sendiri. jelas2 film bukan barang dagangan. bodoh ato gak lulus sekolah seh pegawai ditjen pajak itu. pemerintahn kali ini bener2 berisi orang2 goblok yg hanya bisa memblokir, membatasi, melarang dll tanpa ada solusi yg tepat dan penegakan hukum yang jelas. semuanya menyalahkan kemajuan teknologi informasi. biar tambah bodoh rakyat indonesia di bodohi film2 tai gak jelas yg mengumbar dada da paha. ku peduli film indonesia mati tapi harus ada perubahan yg jelas dan mutu filmnya.
BalasHapusamat disayangkan kita kehilanagn hak asasi manusia untuk menikmati hiburan, mana hak kita yg di atur di UUD semua dikebiri oleh pemerintah.
TAI...........
BalasHapusorang dirjen pajak mengakui adanya kesalahan pemahaman, mau ngobrol2 lagi rabu besok. kayaknya mengakui salah (baca:bego ) ga berani. padahan jelas2 dampak ga dapet pemasukan! belom rugi dari sisi 'citra' dan soal ketenagakerjaan.saya malah ngarepin pihak 21 'ngambek', langsung menutup 21! biar kerasa jelas kerugiannya!! film indonesia langsung masuk layar tancap????
BalasHapusPUYENG MA Pemerintah INDONESIA TERCINTA!!!!!!!!!!!!!!
BalasHapusMinus mata gw nambah!???????
Teruskan perjuanganmu, KAKAK!
FIGHTING!!!!!
memang goblok2 smuanya..
BalasHapusdr film2 gak jelas gt ampe pemerintahannya...
Kalau gak gini gak kiamat - kiamat.
BalasHapusPikir pakai otak. yang namanya pajak yang nanggung konsumen
konsumen bangsa kita sendiri masyarakat indonesia
kalau pajak di naikkan sama saja dengan mencekik uang rakyat bukan produsen
Kayaknya bangsa kita tertindas oleh bangsanya sendiri deh.
maaf kalau ada yang tersinggung. buat kaca diri aja, siapa aku ini
kayaknya dirjen pajak kudu blajar deh ma juru tafsir, biar gak kliatan begonya...malu2in aja.
BalasHapusora urusan.
BalasHapus