11 Januari 2012

12 Ummi Aminah [2012]


“Mulutnyah!” ~ Zubaidah

Aditya Gumay adalah satu dari sekian sutradara kita yang nggak pernah muluk-muluk dalam proses membuat film. Minimal sekali dalam satu tahun dia merilis sebuah karya. Ya, memang hanya satu saja. Tapi efeknya bisa membekas sampai film berikutnya muncul. Lihat, belum habis hype Emak Ingin Naik Haji (2009) dan Rumah Tanpa Jendela (2011) yang muncul dengan begitu sederhana namun mampu membuat hati menangis, di awal tahun 2012 ini hadir kembali satu karya terbarunya bertajuk Ummi Aminah.

Ummi Aminah bercerita tentang seorang ustadzah terkenal bernama Aminah (Nani Wijaya) yang memiliki ribuan jemaah setia. Meski dijadikan sosok panutan karena syiar agamanya mampu menggugah siapapun, tak lantas membuat hidup Aminah dan keluarga besarnya jauh dari cobaan. Tema 'ustadzah juga manusia' inilah yang kemudian dijadikan duet Adenin Adlan dan Aditya Gumay sebagai menu utama.

Meski suguhan konflik terlihat klise a la sinetron di televisi yang makin hari makin nggak berguna (tapi mendatangkan banyak rejeki bagi orang-orang yang bekerja di belakangnya), Ummi Aminah mampu tampil dengan tidak berlebihan apalagi menggurui. Satu kata: sederhana. Apa yang dituturkan Aditya Gumay dalam filmnya kali ini nggak terlalu dibuat lebay jaya. Karena bisa aja hal kayak gini terjadi di sekitar kita. Atau mostly udah sering kita alami. Fakta inilah yang kemudian mampu secara reflek membuat penonton untuk tidak hanya sekedar terlibat secara mata, tapi juga batin.

Satu kelebihan lain adalah keputusan tepat yang diambil penulis skenario untuk tidak terlalu menghakimi kaum LGBT seperti yang terjadi dalam segmen cerita anak Aminah bernama Zidan (Ruben Onsu). Disini sosok Zidan sengaja di abu-abukan untuk kemudian jadi bahan kontemplasi orang-orang yang sering memandang mereka sebelah mata. Bahwa sosok seperti Zidan ada disekitar kita. Dan mereka juga manusia. Nggak perlulah sok-sok ngejudge seolah kita ini Tuhan seperti beberapa film yang kadang membuat posisi mereka terlihat tak pada tempatnya.

Sebagai sebuah film, Ummi Aminah memang jauh dari kata sempurna seperti hakikat manusia itu sendiri. Tapi untungnya hal tersebut tidak terlalu mengganggu sehingga merusak isi film karena dengan sukses tertutupi oleh akting para ensemble cast yang begitu mumpuni. Lihat saja duet Ummi dan Abah yang diperankan secara alami oleh Nani Wijaya dan Rasyid Karim. Juga kelebayan Zubaidah (Genta Windi) yang mampu mengocok perut di saat yang seringnya tidak tepat. Iya, karena kadang pas kita kita udah larut dalam suasana sentimentil mendadak dibuat tertawa akibat celetukan komedinya. Highlite yang terbilang berhasil.

Anyway, salut untuk pemilihan ending yang terbilang berani hingga tak terkesan stereotip seperti film bergenre drama sejenis. Ya, setidaknya bisa memperingatkan kita bahwa hidup nggak semudah Mario Teguh dalam menulis quote-quote yang terkadang berkesan bullshit (ups...).

Ummi Aminah adalah film pembuka tahun yang memuaskan. Unfortunately melihat fakta di lapangan bahwa penonton kita lebih senang nonton film berbau paha dan belahan dada ketimbang film bermutu seperti ini membuat hati ini sakit. Benar-benar nggak habis pikir deh. Sulit memang menerka pasar. Semoga Aditya Gumay nggak kapok membuat film-film setema sebangun seperti Ummi Aminah. Film yang sederhana dan dekat dengan keseharian. Film yang mampu menyentuh dan membuat kita keluar dari bioskop dengan membawa ‘sesuatu’...

12 komentar :

  1. clean! no typo! Good job.. ^^

    BalasHapus
  2. sempat lihat trilernya di tv swasta.keren.pengen segera nonton.semoga sebagus Emak Ingin Naik Haji.

    BalasHapus
  3. Keren Gan filmnya..
    Gw udah nonton tadi malem..
    Lucu sekaligus bikin terharu.
    Temen gw aja sampe nangis.
    Tapi yg gw sesalkan, kenapa film sebagus ini sepi penonton ya?

    BalasHapus
  4. Oya? jadi penasaran. Review2nya renyah namun berisi. gokil tapi bisa dipertanggung jawabkan. saya jadi penasaran dg bee. jujur saja keceriwisan (:kekritisan) review di sini mengingatkan saya pada situs sinema-indonesia.blogspot.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, gw juga punya kecurigaan yang sama

      apakah bee alumnus dari SI? :D

      Hapus
  5. poster film nya kurang menjual ya? terlalu penuh sama deretan pemain, jdi kesannya kayak sinetron, coba dibuat lebih minimalis tapi bermakna sehingga mengundang orang untuk nonton film nya.
    salut buat aditya gumay.. cocok buat yg lagi galau nih filmnya, sekalian nangis bombay..

    BalasHapus
  6. poster filmnya kurang menjual ya... terlalu penuh.. seharusnya dibuat lebih minimalis tapi bermakna dan mengundang orang untuk menonton filmnya..

    BalasHapus
  7. @aris kurniawan: haha makasih gan, ini cara review udah sedikit mengalami perbaikan di banding dulu setelah dapet teguran sana-sini *curhat

    @altere90: setuju! posternya emang ga banget. kayaknya hasil potosop dan crop sana-sini. promonya juga kurang. hari ini aja udah turun layar banyak banget. sayang, padahal filmnya bagus

    BalasHapus
  8. Filmnya bagus dan menghibur. Tapi sayang, film ini cuma bertahan beberapa hari aja di Batam. Hiks...

    Salam Kenal,

    BalasHapus
  9. Filmnya bagus dan mengibur. Tapi sayang, cuma bisa bertahan beberapa hari aja di Batam. Hiks...


    Salam Kenal,

    BalasHapus
  10. iya di batam udah abis sayang banget. ga sempet nonton.... Pulau Hantu 3 pun cepet.

    BalasHapus