24 Februari 2012

3 Dilema [2012]


Omnibus adalah sesuatu yang jarang di ranah perfilman dalam negeri. Bisa dihitung dengan jari film-film apa saja yang memakai formula seperti ini. Setelah Kuldesak, Love, Jakarta Maghrib, Takut dan Fisfic Vol. 1, kini ada omnibus terbaru berjudul Dilema. Sebuah proyek prestisius dari rumah produksi WGE Pictures milik Wulan Guritno.

Dilema dibagi dalam lima segmen empat sutradara. Meski ceritanya berbeda, namun lima cerita tersebut mempunyai sebuah benang merah yang akhirnya saling membentuk sebuah lingkaran utuh tentang sisi gelap Jakarta sebagai kota yang tak pernah tidur.

1. THE OFFICER

Segmen pertama ini disutradarai oleh Adilla Dimitri. Bercerita tentang Ario (Ario Bayu) polisi muda idealis yang baru saja diangkat menjadi reserse. Di hari pertama berpatroli, Ario bertemu dengan Bowo (Tio Pakusodewo), sang partner yang tengah bingung mencari uang untuk membayar biaya operasi orang yang sangat dia cintai.

2. GARIS KERAS

Segmen kedua di sutradarai oleh Robby Ertanto Soediskam yang kemungkinan akan menyindir fenomena tolak FPI. Which is fenomena tadi sedang aktual banget saat ini meski belum menemui titik terang. Ibnu (Baim Wong) dan Said (Winky Wiryawan) adalah seorang muslim taat yang bersahabat. Hingga kemudian salah satu dari mereka terprovokasi untuk bertindak lebih ‘kejam’ atas nama agama.

3. RENDEZVOUS

Segmen ketiga bercerita tentang Dian (Pevita Pearce), remaja cantik dan cynical yang sedang berlibur ke cottage milik keluarga di pinggir pantai sebagai bentuk pelarian mengobati trauma atas kematian sang Ibu. Dimana akhirnya Dian bertemu dengan seorang lesbian bernama Rima (Wulan Guritno) yang berusaha mendekati ditengah kegalauan tersebut.

4. THE BIG BOSS

Segmen keempat disutradarai oleh Rinaldy Puspoyo yang sebelumnya kita kenal lewat 6:30. Berkisah tentang Adrian (Reza Rahadian) seorang arsitek sukses yang mempunyai masa lalu kelam. Pada suatu pagi kantornya kedatangan seorang wanita bernama Hetty (Jajang C. Noer) yang mengundangnya datang kerumah Bapak, seorang ‘kuat’ yang berambisi memiliki Jakarta.

5. THE GAMBLER

Yang demen nongkrongin facebook pasti nggak asing dengan istilah poker. Nah, segmen kelima yang disutrdarai Robert Ronny ini bercerita tentang itu. Sigit (Slamet Rahardjo) dulunya penjudi hebat. Namun karena sebuah masalah, dia terpaksa berhenti. Lama tak muncul, pada suatu malam Sigit datang ke sebuah casino ilegal milik Gilang (Ray Sahetapy) demi merebut kembali sesuatu berharga yang dulu pernah dia buang.

Well, setelah sinopsis, sekarang mari kita kupas isi omnibus ini. Jika Takut bersifat mandiri alias tiap segmen langsung selesai dan berganti segmen lain, Dilema menggunakan pendekatan interwoven macam Love karya Kabir Bhatia untuk cermin lokal atau Crash, Valentine’s Day dan New Year Eve untuk cermin barat. Sayangnya, Dilema nggak mampu tampil sedemikan runut seperti film-film yang udah gue sebutin tadi. Dan hal ini yang membuat film ini nggak berkesan.

Oke, gue dukung Dilema untuk tampil berbeda. Tapi gue juga nggak bisa bohong kalau sepanjang 90 menit perjalanan durasinya, gue sempat mikir beberapa kali untuk walk out. Serius, Dilema ternyata membosankan. Gue bertahan untuk tidak meninggalkan bangku adalah suatu kelebihan. Dimana sejarah gue walk out khusus untuk filmnya Damien Dematra yang itu aja dan nggak mau nambah daftar lagi.

Kelemahan film ini terletak pada segmen Rendezvous yang mungkin diniatkan sebagai pemanis dengan menjual Pevita yang aktingnya kancut banget. Tapi seperti itulah, banyak hal yang missing di segmen ini. Seperti ekpresi muak teman Dian setelah berciuman dengan seorang cowok yang nggak ada efek untuk kelanjutan cerita kedepan dan sex scene yang mendadak terpotong berganti segmen lain hingga kemudian setelah segmen kembali berfokus pada Dian, cerita malah berubah seolah adegan itu tak pernah ada. Percaya deh kalo seisi bioskop, sekitar 20-an orang, kompak berseru: "lho kok?" pas tau hal ini.

Seperti yang udah gue singgung diatas, editing Dilema kasar banget. Bikin gue bingung merunutkan. Contoh nih, segmen 5 settingnya malam hari; segmen 1, 2 dan 3 satu hari dari pagi ke pagi lagi; segmen 4 kalau nggak salah inget, dua harian meski banyak mengambil setting siang. Here, penataan waktu inilah yang bikin gue kaget. Masa iya setting bisa berubah-ubah seenak hati dari pagi ke malam ke siang ke malam lalu ke pagi lagi. Menurut L? Kalau emang niat dicampur adukin, harusnya 5 sutradara sekaligus penulis skenarionya ini bisa membuat jalan tengah dengan nggak seenak udel merusak mood.

Seolah belum cukup, hal tadi semakin diperparah dengan tatanan dan atmosfir film yang dibangun a la FTV serta banyaknya sempalan karakter yang sebenarnya nggak perlu. Seperti tokoh Asih (Cindy Febriana) di awal durasi yang sok suci pake kerudung dan berbicara dengan style drama sinetron Tersanjung: “Maaf mas, bukan mukhrim, takut di demo!” tapi taunya cuma penyanyi dangdut keliling. Apa pula?

At last, meski diisi nama-nama besar, nggak menjamin sebuah film bisa tampil menarik. Gue udah berusaha berpikir lebih ringan, tapi Dilema tetap nggak bisa gue nikmati dengan baik.

NB: aduh, kayaknya review gue kepanjangan deh -____-'

3 komentar :

  1. yap, aku nonton pada pemutaran pertama. dialog-dialognya memang kurang mengena, gak efektif. Terlalu banyak penjelasan. Dengarlah penjelasan Rima (Wulan G) tentang dirinya yang kecewa dg lelaki untuk mengesahkan kelesbianannya. Akting para pemainnya mengecewakan. Bahkan seorang Slamet Rahardjo. Hanya Tio yang menunjukkan totalitasnya. Mungkin karena budget yg terbatas membuat pengadeganan film ini terasa minimal banget. Lihat saat penyerbuan ke masjid, penyeroyokan rombongan gerobak dangdut, kawanan polisi. Tapi, bagaimana pun mereka memang sudah berusaha dan bekerja, walau kurang keras. Semoga bertahan barang seminggu di jaringan 21

    BalasHapus
    Balasan
    1. i like your style. mungkin karena ekspetasi gue ketinggan kali, ya. jadi lumayan kecewa lihat hasil akhirnya.

      anyway, gue suka segmen The Officer dan The Gambler :)

      Hapus
  2. untung aja belom nonton

    BalasHapus