6 April 2011

4 Rekaman Jumat Angker

Niat awal sih mau gue review satu-satu. Tapi setelah melihat hasil akhir yang kayaknya nggak jauh beda dari film satu ke film lain, maka gue campur aja reviewnya. Karena meski tak serupa, film ini memiliki kesamaan yang menonjol. Dirilis ditahun yang sama, disutradarai orang yang sama, lokasi yang sama, genre yang sama dan kesampahan yang sama. So, dari pada banyak bacot, langsung aja cek mini review di bawah ini.

te[rekam] [2010]


film ini dianggap menjiplak film [.rec]. padahal lumayan berbeda karena hanya mencomot beberapa unsur seperti cara penceritaan bergaya found footage / mockumentary yang belakangan ini semakin popular dikembangkan sebagai varian film.

Awal-awal durasi te[rekam] tampak meyakinkan, bukan mengenai hal yang diklaim nyata, padahal jelas hanya untuk promosi film bergenre seperti ini (yang mana juga dilakukan oleh versi barat). Tapi lama-kelamaan, apalagi setelah jupe datang menggunakan pakaian superb ketat sampe kelihatan puting boobs-nya *ups*, film ini makin nggak jelas. Dan seperti kebiasaan film horror Indonesia lain, selalu saja menarsiskan mahluk halus yang harusnya malu-malu. Padahal biasanya film dengan tekstur seperti ini mestinya bisa lebih meminimalis segala sesuatu berbau ‘nampak’ agar terlihat seperti nyata. Bandingkan saja dengan film Indonesia serupa berjudul keramat, pasti film ini nggak ada apa-apanya. Coba pikir deh kalo bukan koya pagayo (alter ego dari nayato) yang mengeksekusi hasil akhir dengan sangat disturbing serta dukungan para pemain terkenal yang semakin mengaburkan kalo film ini kisah non-fiksi, pasti hasilnya akan tampak memuaskan. Atau setidaknya, nggak seperti ini.

rating 3/10

Pocong Rumah Angker [2010]


Tetap memakai alter ego koya pagayo. Nayato kembali memproduksi film berlabel sampah. Mengusung tema horror komedi yang garing segaring garingnya. membuat film ini sungguh membosankan. padahal durasinya cuman sejam lebih seuprit tapi serasa setahun lamanya. Karena dari awal, film emang udah nggak menarik untuk diikuti. Akting komedi zaky yang bikin gue kebelet beser ditempat, cerita yang nggak jelas, penampakan yang rajin serta kenggak-singkronan kenapa tu orang pas mati jadi setan pocong dan kuntilanak padahal jadi arwah cuma gara-gara cincin yang hilang. oh pelis…

rating 0/10

Pocong Jumat Kliwon [2010]


Kali ini nayato enggan memakai alter egonya. Jadi cukup memakai nama nayato tanpa embel-embel fio nuala. Dan hasilnya, tetep, komedi semakin nggak berasa, hantu semakin rajin bikin kejutan yang sama sekali nggak mengejutkan. Dan akhir kata, selamat karena dititik ini gue udah mulai jenuh sama formula nayato yang itu-itu aja. Jadi dengan segala hormat gue percepat filmnya agar sampai pada kemunculan aksi eksekusi yang, ya ampun, bodoh banget! kenapa film nayato selalu tidak bermutu seperti ini?

Lucunya diawal film ada adegan yang memperlihatkan para figuran memakai pakaian bertuliskan lewat tengah malam, kain kafan perawan dan affair. What the?

rating 0/10

***

Cukup sudah review singkatnya. Sekarang gue mau beberin beberapa fakta hasil temuan gue kenapa nayato bisa menjadi sutradara para incaran produser gelap mata karena kehebatannya menekan bujet produksi semurah-murahnya. Lihat aja dari hasil riset gue sama 3 film yang gue sewa dan selesai gue tonton marathon dalam waktu 4 jam ini.

1. lokasi rumah yang sama dan nggak ada perpindahan detail yang signifikan.
(poin pertama, hemat pengeluaran untuk lokasi karena rumah yang disewa udah jadi langganan tetap)
2. selalu ada adegan masak mi lalu benda berpindah secara ajaib. ingat adegan donita yang kehilangan mangkok di pocong rumah angker dan Jupe di te[rekam]. Sedang untuk pocong jumat kliwon cukup masak mi tapi pas mi-nya mau diangkat tiba-tiba berubah jadi rambut.
3. dialog nggak cerdas.
4. semua film nggak lepas dari tema remaja yang meyelidiki sesuatu dengan membawa kamera. (di film-film seebelum dan sesudah ini)
5. ending yang selalu gampang, dibikin lari-larian lalu diakhiri dengan jeritan serempak seolah-olah akan ada lanjutannya.
(poin dua sampe lima, meski berbeda tapi tetep berhubungan. iya, untuk menghemat bujet makanya dipilih penulis skenario yang bisa ngegaring dengan cerita daur ulang basi cuman beda nama tokoh serta ending cerita )
6. tata musik yang sama (kecuali di film te[rekam])
(poin enam, untuk mengehmat biaya penata musik, daripada bikin musik baru, makanya pake musik yang udah lama)
7. hantu yang selalu dibuat wanita berambut panjang.
(poin tujuh, untuk hemat biaya, dipakelah kostum dan wig dari film terdahulu)
8. pemain yang itu-itu mulu.
(poin enam, sama kayak poin-poin sebelumnya)
9. opening title yang fontnya serupa dan berwarna merah.
(tetep, untuk hemat biaya donlod font huruf)

Nah, cukup sekian ulasan kali ini. Nanti dilanjut di film-film nayato yang lain. Don’t go anywhere.

4 komentar :

  1. Gw gregetan alias kesel, muak, and benci kenapa harus ada sutradara seperti nayato di indonesia...

    BalasHapus
  2. Kalo ga ada Nayato,,sepi dong perfilman kita..Nah lo nonton juga..!! Nayato atau siapapun juga pd dasarnya ingin memanjakan mata kita, terlepas berkualitas ataupun tidak udah syukur banget perfilman kita eksis.

    BalasHapus
  3. oke, mungkin niat awal om naya memang ingin memanjakan dengan eksplorasinya yang gitu-gitu aja. tapi nanti perlu diingat akan ada faktor b dan c dibelakangnya.

    gue sih lebih milih dikit tapi berkualitas daripada banyak tapi garing..

    BalasHapus
  4. bener banget tuh agan bee....semakin menjatuhkan nilai perfilman nasional di negara sendiri...tapi tetep dukung perfilmnan nasional ke arah yang lebih baik...

    BalasHapus