Rasanya begitu merindu melihat tontonan lokal sederhana yang disajikan khusus untuk anak tanpa embel-embel tertentu. Setelah era PETUALANGAN SHERINA, proses penyajian film seperti ini sangatlah kering. Jika pun ada masih terlalu dangkal dengan eksekusi teramat seadanya. Jika pun dibuat dengan niat, hanya akan bermain-main dalam ranah dramaturgi.
Kini, di tengah kekeringan itu munculah AMBILKAN BULAN yang datang bak oase. Drama fantasi musikal arahan Ifa Isfansyah yang sempat diundur jadwal edarnya ini berkisah tentang sosok Amelia (Lana Nitibaskara), bocah 10 tahun yang tumbuh dengan pola pikir modern namun tetap terbelenggu oleh fantasi indah masa kanak-kanak.
Usai kematian sang ayah (Agus Kuncoro), semua menjadi tak sama. Ibunya (Astri Nurdin) lebih memilih habiskan waktu bersama setumpuk pekerjaan sampai lupa telah membuat pagar pembatas di antara hubungan yang mana nantinya terlalu sulit dilewati bagi keduanya. Tak heran jika Amelia akhirnya berubah menjadi sosok apatis yang lebih suka habiskan waktu dengan menghayal.
Sampai pada suatu saat kecanggihan teknologi mempertemukan Amelia dengan keluarga sang ayah yang tinggal di kaki gunung. Saat habiskan liburan di tempat kakek dan neneknya inilah Amelia belajar banyak hal. Termasuk meminta ibunya untuk "ambilkan bulan..."
Sungguh pencapaian luar biasa ketika melihat AMBILKAN BULAN bisa tampil lebih dari dugaan. Sejak awal film, kita sudah disajikan oleh efek animasi garapan Fourcolours yang begitu halus. Pun dengan sajian lepas itu, kelembutan tetap terjaga dan detail. Sangat memanjakan mata.
Tata musik juga begitu mendukung. Komposisi daur ulang dari lagu ciptaan AT Mahmud sukses memunculkan sensasi tersendiri bagi penonton dewasa. Karena mereka mau diajak berlomba untuk tergerak bernostalgia menembus masa-masa silam.
Sayangnya kelebihan di atas terseok ketika melihat lebih intim pada naskah dan bagaimana cara Ifa mengeksekusi.
Naskah garapan Salman Aristo tampak kurang menggali motivasi beberapa karakter; termasuk Amelia dan Mbah Gondrong (Landung Simatupang) pada nantinya. Atau mungkin karena ditujukan untuk pangsa anak-anak, harus melewatkan bagian ini?
Hal senada juga ditujukan pada sang sutradara. Jika saja tidak didukung oleh dua elemen di atas, musik dan animasi, film ini akan menjadi sangat kering. Namun karena musik itu pula, paruh awal kita seperti menonton video klip dari 10 track album.
Lihat saja, setelah masuki paruh kedua, film mulai kehilangan taji dan jiwa. Pasalnya ketika 10 lagu sudah selesai dihantarkan, tambal sulam inti cerita dari masterpiece AT Mahmud yang tak lekang ditelan jaman itu menghilang entah ke mana. Padahal jika saja dibuat lebih tertata, film ini akan memiliki poin istimewa.
And then terlepas dari dua hal tadi, film-film seperti inilah yang akan dirindukan oleh generasi kecil. Sederhana, memiliki pesan moral namun disampaikan dengan penuh makna.
Semoga nanti akan bermunculan AMBILKAN BULAN yang lain sehingga genre film dalam negeri semakin kaya. Dan anak-anak memiliki tempat untuk sekedar berpetualang dengan mimpi kecil mereka.
5/10
filmnya mantabbb........
BalasHapus