Minggu pagi di victoria park bercerita tentang perjuangan seorang mayang (lola amaria) yang berkerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di hongkong demi mencari adiknya, sekar (titi sjuman) atas perintah sang ayah. Dimana sekar yang juga TKW tengah terlibat hutang dengan salah satu bank kredit di hongkong, hingga membuat dia tak bisa pulang ke tanah air karena paspornya ditahan oleh pihak bank. Disalah satu sisi, mayang sebenarnya tak yakin apakah dia benar-benar menginginkan kepulangan adiknya itu atau tidak mengingat hubungan mereka tak begitu akrab sejak kecil karena perbedaan rasa kasih sayang yang diberikan oleh sang ayah.
Kira-kira dari plot utama seperti itulah diramu sebuah skenario drama tentang kehidupan TKW Indonesia yang bekerja di hongkong oleh titien wattimena. Dan menjadi begitu menawan ketika lola amaria yang juga merangkap peran sebagai sutradara dengan dukungan yadi sugandi di bagian sinematografi, berhasil memvisualisasika naskah itu dengan indah. Bagaimana patut diacungi jempol kejelian mereka dalam memanfaatkan sarana yang ada untuk mengambil sudut, detail dan lanskap hongkong secara indah tanpa berlebihan.
Dimana realita keseharian para TKW ini sukses disajikan secara gamblang tanpa tertutupi dari A sampe Z. dari persoalan menye-menye soal cinta yang berlandaskan uang, cinta sesama jenis, persahabatan antar TKW serta apa saja yang dilakukan rata-rata wanita indonesia yang memilih bekerja di luar negeri sebagai pembantu. Seperti yang kita tahu, jarang sekali tema seperti ini diangkat.
Belum lagi didukung dengan departemen akting kompeten dibidangnya. yang sukses bermain secara pas dalam mendalami karakter masing-masing. Kredit tersendiri untuk lola amaria yang bisa segitu santainya bermain sebagai mayang dengan gimik meyakinkan sebagai kakak yang antipati terhadap adiknya, selain harus menanggung beban sebagai sutradara. Terasa sekali kalo ini adalah panggilan jiwa lola. Nggak lupa juga komentar dari segi scoring yang cukup mengambil andil agar mood film ini terjaga dengan baik. meski ada kekurangan sedikit sih dibagian make-up, terutama ketika menyorot wajah karakter sekar. tapi nggak sepenuhnya menganggu kok.
anyway, sayang banget film sebagus ini bahkan cuma mendapat respon dari 10.000 penonton yang ada di Indonesia. Kalah sama film lain yang cuma bermodalkan belahan payudara dan paha mulus para cewek yang berwajah biasa saja sebenarnya, namun berani beradegan murahan. Semoga nantinya, penonton Indonesia bisa lebih jeli lagi untuk memilih tontonan yang berkualitas serta berani menerima genre berbeda untuk kemajuan perfilman bangsa sendiri. Coba deh pikir, memang apa yang bisa dibanggakan dari horror porno?
rating 8/10
bee film simpony luar biasa itu bukannya masuk april 2011 bee
BalasHapusCara bedain film bagus atau film jelek di indo:
BalasHapusliat yg nonton, klo dikit artinya filmnya bagus, klo banyak artinya esek"(g semua jg sih....)
Sayang banget yah film Indonesia yang bagus selalu datang dari orang yang sama.
BalasHapusSeolah2 gak ada produser dan sutradara baru yang niat memajukan perfilman nasional.
Ditambah lagi penonton yg trkadang gak bisa milih film yg emg layak utk dikonsumsi.
Apalagi LSF yg slalu ngelolosin film2 horor porn ituh.. terus menteri kita yg lbh mentingin kuantitas drpd kualitas...Apanya yg mnunjukkan jati diri bangsa dr film kualitas direct to trashcan
Maju terus film Indonesia! Semoga setelah film ini akan berlanjut ke film lain yang lebih bagus. Nb.: sebenarnya bisa kok kita membuat film horor-sex [bukan horor-porno] yang bermutu kok! Apalagi kalau yg nulis saya :) , maaf bukan bercanda.... :p
BalasHapushttp://blogpenulistenan.blogspot.com/
HoOh..
BalasHapusIndonesia bisa kok bikin film horor-sex yg bermutu... mungkin sjenis 'Pathology' gitu... ato film2 cult-nya Takashi Miike...
Jenis film ini skrg dipandang sebelah mata jg krn salah produser2 yg mau untung dgn cara cepat dan mengatasnamakan selera pasar...
ane sih menyayangkan sangat sedikit sekali orang indonesia yg bersedia membuat subtitle english untuk film2 indonesia..(menurut ane sih hal ini sangat menentukan juga untuk memajukan film2 indonesia)
BalasHapuskalo soal kulitas sih...yaaahh gitu lah..judul nya aja dah bikin males.. (suster pake shampo, kuntilanak haid, sibotak mati di jambak dll)
belum lagi mengadopsi film asing yg punya rating tinggi tp pas di adopsi jadi sampah !!
segala sesuatu tu harus di landasi dengan hati bukan sekedar materi. ya..bginilah jagad perfileman bangsa ini semakin sedikit yang pake hati buat filem.
BalasHapusSalah satu film bagus dalam negeri yang sayangnya kalah pamor dengan film esek2 ga jelas yg merusak moral bangsa
BalasHapus