Bisa dibilang Satu Jam Saja adalah proyek film impian Rano Karno. Dia sangat menyukai lagu ciptaan Sylvia Theorupun itu sehingga dengan penuh semangat menuliskannya menjadi sebuah skenario film layar lebar. And then voila… rilislah film arahan Ario Rubbik ini dipasaran pada oktober tahun lalu. Beragam tanggapan pun datang dari para reviewer guna menunjukkan seberapa nggak asyiknya film ini secara frontal. Including me..
Bercerita tentang persahabatan antara Gadis (Revalina S. Temat), Hans (Andhika Pratama) dan Andika (Vino G. Bastian) yang terjalin sejak SMA. Pada suatu hari Gadis mengetahui dirinya tengah hamil anak Hans. Sayangnya, Hans yang kalut malah menghilang begitu saja. Gadis pun berusaha mengugurkan kandungannya. Tapi niat itu batal ketika Andika datang menolongnya. Andika mau menikahi Gadis karena perasaan bersalah dan mengganggap hamilnya Gadis karena ketidak becusan dia menjaga sahabatnya itu. Dan tentu saja agar Gadis tak mendapat pandangan negative dari orang-orang disekitar atas kehamilannya di luar nikah.
Berita pernikahan Gadis pun sampai ke telinga Hans. Diapun masuk kembali kedalam kehidupan dua sahabatnya itu dengan harapan bisa bertanggung jawab atas perbuatannya terhadap Gadis. Lalu bagaimanakah kisah ini harus diakhiri?
Jujur aja, tema seperti ini tuh klasik banget. Mungkin kalo gue idup di jaman Rano Karno dan teman seperjuangan masih eksis, baru gue bisa ngerasain kalo film ini tuh penting. Dan parahnya, Rano Karno selaku penulis skenario membuat karakter-karakternya berpikiran jaman dulu. Oh pelis, apa iya hamil diluar nikah mesti seribet ini? Dijaman serba canggih yang bahkan keperawanan uda nggak ada artinya lagi (seperti gambaran film-film om Naya). Rano Karno terlalu bertele dalam mengambarkan tiap-tiap adegan dengan dialog nothing yang nggak berdampak apa-apa. Bahkan asumsi gue dia juga bingung merajut kisah yang tampak jelas 'mulai nggak tau arah kemana' ketika sosok Hans dihadirkan kembali. Maksa banget!
Nggak cuma itu, selain cerita yang vintage parah tanpa modernisasi disana sini, cara penyutradaraan sang sutrdara juga ikut-ikutan melodrama kayak ceritanya. Slow motion tanpa tujuan yang jelas. Seringkali scene-scenenya terlihat kosong. Entahlah. Terlihat sangat tak bersemangat sekali. Belum lagi musik scoring yang jarang terdengar. Sekali terdengar malah kering. Tak membawa intensitas apapun.
Beruntung ada Revalina S. Temat yang cantik seperi biasa dan Vino G. Bastian yang selalu all out. Lupakan karakter Hans dan tentunya Andhika Pratama yang ngapain sih disini? At least, Satu Jam Saja bukan film yang buruk. Dengan catatan, beredar ketika nenek-kakek gue masih kinclong. Sekian!
rating 3.5/10
kmaren baru diputer di tipi dan saya nonton. nggak buruk2 amat kok. tapi memang karakter hans annoying
BalasHapus